Trump Akan Kembali Menjabat sebagai Presiden AS, Bagaimana Nasib Kasus Hukumnya?

Pada tanggal 5 November, Donald Trump, mantan Presiden Amerika Serikat, tetap menghadapi kemungkinan hukuman penjara selama bertahun-tahun, meskipun kembalinya ke Gedung Putih pada tahun 2025 membawa potensi pengurangan kasus hukum.

Keputusan Mahkamah Agung

Mahkamah Agung menyatakan presiden memiliki kekebalan terbatas dari penuntutan terkait tindakan resmi selama menjabat. Ini berarti sebagian besar kasus hukum terhadap Trump kemungkinan akan dihentikan. Trump, selama jabatan pertamanya, menunjuk tiga hakim agung, menciptakan mayoritas konservatif.

Kasus yang Ditangani

• Kasus Federal: Penasihat khusus Departemen Kehakiman, Jack Smith, mengajukan dua dakwaan pidana di tingkat federal. Namun, kasus ini telah dihentikan mengikuti kebijakan tidak menuntut presiden yang sedang menjabat.

• New York: Trump divonis atas 34 tuduhan kejahatan dalam skema pembayaran diam-diam kepada Stormy Daniels. Dia juga dinyatakan bersalah dalam kasus pelecehan seksual oleh E. Jean Carroll.

• Georgia: Trump dan 18 orang lainnya didakwa dalam kasus pemerasan terkait pemilihan presiden 2020.

Potensi Hukuman

Meskipun kemungkinan hukuman penjara tetap, sebagian besar pakar hukum meramalkan denda atau masa percobaan. Kemenangan Trump dalam pemilihan umum juga mempengaruhi perkiraan hukuman.

Isu Pengampunan Presiden

Sebagai presiden, Trump berpotensi menggunakan kewenangan pengampunan untuk dirinya sendiri dalam kasus kejahatan federal. Isu politik juga turut mempengaruhi apakah kasus-kasus ini akan dilanjutkan setelah Trump tidak lagi menjabat.

Meskipun ada kemungkinan kasus-kasus hukum tersebut akan dihidupkan kembali setelah Trump meninggalkan jabatannya, faktor politik dan usia Trump juga menjadi pertimbangan.